Kamis, 03 Juni 2010

Manusia, kisah dan hidup* ( inspired by Bagus Takwin, “Psikologi Naratif”)


Malam itu saya memilih untuk menghabiskan malam dengan membaca salah satu buku yang tertumpuk di meja Fitri, satu-satunya teman kosan yang lampu kamarnya sering saya temukan masih ‘menyala’ saat insomnia saya kambuh.
Fitri bukan seorang insomnia akut seperti saya, proyek-proyek desain atau event fidelah yang biasanya memaksa Fitri untuk tetap bertahan di depan laptopnya hingga larut malam.
Fitri menyarankan agar saya membaca salah satu dari buku-bukunya, ia menunjuk sebuah tumpukan buku di mejanya.

Pilihan saya jatuh pada buku tipis bersampul filosofis, PSIKOLOGI NARATIF yang ditulis oleh BAGUS TAKWIN.
(Buku ini sebenarnya sudah nangkring di rak toko buku sejak tahun 2007-an kalau tidak salah, beberapa kali ia menggoda saya untuk ‘menikmatinya’ tetapi selalu saja dikalahkan oleh tawaran buku lain yang menarik hati saya untuk membelinya duluan…(heheh).

Insomnia mempertemukan buku ini dengan saya malam itu…(“_^) .
Buku ini sebenarnya ditulis dengan bahasa yang lumayan ‘berat’ oleh penulisnya dan ia sangat berhasil membuat pembacanya untuk berpikir.
Buku ini bertutur mengenai peran kisah atau cerita dalam kehidupan manusia. Itu simple-nya.


Masih ingat dengan dongeng Pinokio yang mewarnai masa kecil teman-teman? Jika hal ini ditanyakan kepada saya, jawabanya IYA!
Masa kecil saya diwarnai dengan kisah - kisah, dongeng-dongeng, cerita rakyat, baik yang saya baca dari buku cerita, majalah BOBO, Majalah INO, majalah UMMI milik Mama yang di dalamnya ada rubrik PERMATA yang selalu saya tunggu-tunggu setiap bulan ataupun kisah yang mengalir dari mulut Mama dan Mbah ‘ti yang sampai akhir hayatnya masih rajin mendongengi cucu-cucunya.
Ia seorang pendongeng yang luar biasa, saya dan adik saya selalu dibuat takjub dengan dongeng-dongeng dan ekspresi menawanya yang ia suguhkan sebagai pengantar tidur kami.
Kedatangan Mbah ‘ti ke rumah kami selalu kami nanti-nantikan, dan pada saat itu tiba ritual tidur siang yang memuakanpun akan berubah menjadi sesuatu yang di nanti-nanti. Kami akan dengan senang hati menukar jam main kami dengan tidur siang. =D


Dongeng favorit saya sewaktu kecil adalah cerita Ande-ande lumut, saya ingat betul bagaimana saya membenci klenting abang yang memperlakukan klenting kuning dengan begitu jahat. Dari point itu saya diajari untuk tidak menyakiti orang lain. Dan pada saat itu yang saya tanamkan dalam-dalam pada diri saya yang waktu itu masih seorang gadis cilik adalah ‘Saya tidak boleh membuat adik saya (yang pada waktu itu baru satu orang) dan teman-teman saya menangis’.


Salah satu rangkaian Puzzle masa kecil saya yang tidak akan pernah hilang adalah sebuah buku usang yang masih saya simpan hingga saat ini, itu adalah buku dongeng berbahasa inggris pertama yang saya punya, FAVOURITE FAIRY STORIES yang kemudian membuat saya pelan-pelan mengagumi Hans Christian Andersen. The Wild Swans, The Tinder Box, The Ugly Duckling dan The Snow Queen adalah dongeng-dongeng yang lahir dari seorang Andersen yang membuat saya ingin mempelajari bahasa inggris sesegera mungkin.
Dan ini yang saya sadari kemudian bahwa Andersen dan dongeng-dongeng indahnya yang membuat saya suka membaca, ingin menjadi seorang penulis dan menyukai anak-anak.
Begitu ajaibnya sebuah kisah sehingga ia mampu menghadirkan inspirasi bagi pembaca atau pendengarnya.
Bahkan kekuatan kisah mampu merubah hidup seseorang yang membaca atau mendengarnya.
Masih ingat dengan Novel LASKAR PELANGI yang lahir dari memori sebuah sekolah reyot di Belitung yang ditulis oleh ANDREA HIRATA? Acara KICK ANDY pernah menghadirkan kisah seorang ibu yang tengah lelah melihat anaknya yang Drug user melihat si anak tiba-tiba menangis ketika membaca sebuah novel. Dan novel itu membuat si anak serius berkomitmen untuk meninggalkan narkoba dan bahkan menyelesaikan skripsinya.
Novel itu adalah LASKAR PELANGI.


Hal itu membuktikan bahwa narasi memiliki kekuatan yang menakjubkan. Seperti yang dikatakan Bagus dalam bukunya, bahwa narasi adalah hal vital dalam kehidupan manusia, terutama berkaitan dengan bagaimana manusia bisa menjalani hidup di dunianya. Bagaimana sebuah kisah dapat membuat seseorang bangkit kembali dari keterpurukan dan menata ulang mimpinya lalu menjadikannya peta hidup, kemudian berjalan dengan kendaraan bernama kerja keras untuk mencapai mimpi tersebut.
Tapi kisah tidak selalu ‘putih’, banyak kisah-kisah berwarna kelam yang hadir dan mendunia kemudian tanpa sengaja merasuki jiwa-jiwa rapuh yang naasnya tidak mampu melihat sisi lain di balik kekelaman kisah tersebut.

Dalam Psikologi Naratif-nya yang luar biasa, Bagus Takwin juga menceritakan bagaimana buku The Cather In the Rye karangan J.D Salinger begitu kuat mempengaruhi Mark David Chapman untuk benar-benar dapat menghabisi nyawa personel The Beatles yang legendaries, John Lennon. Buku itu juga menjadi ‘buku saku’ calon pembunuh Ronald Reagan, dan konon juga oleh beberapa pembunuh berantai lainya di berbagai dunia.
Bagus begitu piawai dalam merangkai kata-kata, terlebih lagi pada bagian pembahasan Buku The Cather In the Rye, ia berhasil membuat saya gila dengan rasa penasaran yang membuncah-buncah. Saya ingin tahu bagaimana buku itu mampu menggerakan tangan Chapman untuk menembak mati John Lennon.

Ingin rasanya membaca buku itu dan berharap saya tidak akan berpikir untuk membunuh seseorang saat kami berselisih paham setelah membaca buku itu. Oh Come on, do you think I’ll be stupid enough to actually ‘MEMUTILASI’ someone after read this book. Hehehe.
Well, tampaknya saya sudah terlalu jauh ngelantur.

“Kisah atau cerita” adalah hal penting yang terkadang terlupakan oleh kita sebagai manusia. Dalam 24 jam hidup kita pada satu hari, mungkin saja akan lahir lebih dari 24 buah kisah yang dapat membuat diri kita jauh lebih baik di hari esok.


Kisah itu bisa datang dari kolom kecil di KOMPAS atau bahkan LAMPU MERAH, ia bisa juga hadir lewat mulut orang asing yang duduk bersebelahan dengan kita di bis saat berangkat atau pulang kerja / kuliah / sekolah, dan iapun dapat dibaca dari kebodohan dan kehebatan kita yang kadang tersisihkan oleh setumpuk pekerjaan.
Ada hal lain yang ternyata jauh lebih penting daripada bagaimana dapat segera naik pangkat, membeli rumah, apartemen, mobil mewah, gadget keluaran terbaru dan lain lain lain.

Hal itu adalah DIRI, tanyakanlah padanya apakah hanya kehormatan dan eksistensi yang dibutuhkan untuk hidup? Walaupun Maslow menyertakan hal itu dalam hierarki kebutuhan manusia versinya, saya berpendapat bahwa ada banyak hal lain yang dibutuhkan oleh diri kita, tapi sayang, mereka tidak datang begitu saja kepada kita, dan mungkin tanpa sengaja kita dapat menemukannya dalam kisah.


Bagus Takwin membuat saya terus berpikir bagaimana caranya untuk dapat memaknai diri saya dalam pengembaraan panjang bernama hidup sesederhana saya membaca kalimat “BUDI BERMAIN BOLA” dan bagaimana saya bisa menemukan harta karun yang dapat ‘memperkaya’ diri saya dalam sebuah headline Koran bertajuk “SEORANG ANAK DICABULI AYAH KANDUNG”. (Bagus Takwin sama sekali tidak menyinggung hal ini, tapi caranya bertutur di balik kisah sungguh memukau hati saya dan membuat saya berpikir, bagaimana bisa?).

Oh God, he’s absolutely Genius!!
Lagi-lagi saya harus mengatakan bahwa buku ini luar biasa bagi saya, terlebih lagi buku ini mengawinkan sastra dan psikologi, dua hal yang menarik perhatian saya dalam satu ‘paket pernikahan’ yang jenius. Tagline-nya saja sudah membuat saya jatuh cinta, “Membaca Manusia sebagai kisah”.

Sebagi penutup saya ingin berpendapat, seperti ini, Manusia berlakon dengan tuturnya, manusia adalah pembuat kisah sekaligus pemain utama dalam hidupnya. Hiduplah tanpa menutup mata, hati dan telinga. Melintas batas mencari kisah. Tidak harus untuk memainkannya kembali pada stage hidup kita, tapi setidaknya hanya dengan merasakanya,diri kita sesungguhnya telah bertambah ‘kaya’. Dan melintas waktu berkisah. Tidak melulu kisah yang indah, tapi setidaknya dengan melakoninya, diri kita sudah lebih ‘kaya’. Kita tidak sedang bicara takdir dimana ada campur tangan Tuhan padanya yang tidak bisa diganggu gugat. Kita juga tidak bicara hidup.
Kita sedang membicarakan DIRI, sebuah pusat pergulatan hidup.

Seperti buku yang dapat menginspirasi hidup pembacanya. Seperti itulah kisah dalam hidup. Scripta manent, verba valent.


*Sebuah catatan dangkal buah insomnia, semoga ada manfaatnya…^^

Tidak ada komentar: